Tanduk
Alam adalah seorang pemuka agama Islam dari Negeri Palembang, Sumatra Selatan
yang mengembara hingga ke Negeri Banggai, Sulawesi Tengah, Indonesia. Suatu
ketika, Raja Negeri Banggai meminta bantuannya untuk menyelamatkan putrinya
yang diculik dan ditawan oleh orang Tobelo di Pulau Sagu. Berhasilkah
Tanduk Alam menyelamatkan putri Raja Banggai itu? Ikuti kisahnya dalam cerita
Legenda Tanduk Alam berikut ini! * * * Alkisah, pada zaman dahulu kala, ada seorang
pemuka agama Islam dari Negeri Palembang, Sumatra Selatan yang bernama Hasan
Tanduk Alam atau lebih dikenal dengan Tanduk Alam. Suatu ketika, ia mengembara
ke Negeri Banggai untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Namun sebelum
tiba di Negeri Banggai, ia singgah dan menetap di Tanah Sea-Sea. Ketika pertama
kali tinggal di Tanah Sea-Sea, Tanduk Alam bekerja sebagai tukang emas dan
membuat berbagai macam perhiasan. Mula-mula ia menjual hasil kerajinannya ke
desa-desa sambil mengajarkan agama Islam kepada penduduk, sehingga ia tidak
hanya dikenal sebagai tukang emas, tetapi juga sebagai ulama. Makin lama,
Tanduk Alam pun tidak hanya dikenal di kalangan penduduk, tetapi juga di
kalangan istana Negeri Banggai. Negeri tersebut dipimpin oleh Raja Adi Cokro
dan dibantu oleh empat orang basalo atau pembantu raja. Pada suatu hari,
kalangan istana dan seluruh rakyat Negeri Banggai gempar, karena putri Raja Adi
Cokro tiba-tiba hilang. Sang Raja pun segera memerintahkan kepada seluruh bala
tentara dan rakyat untuk mencari putrinya. Namun, setelah mencari ke seluruh
penjuru Negeri Banggai, mereka tidak menemukan sang Putri. Mereka hanya
mendengar kabar bahwa putri Raja diculik dan disembunyikan oleh orang-orang Tobelo di Pulau Sagu atas perintah Raja
Ternate yang ingin menguasai Kerajaan Banggai. Mendengar kabar itu, Raja Adi
Cokro segera memanggil keempat basalonya untuk mengadakan perundingan. “Wahai,
para Basalo! Tentu kalian sudah mendengar berita tentang keberadaan putriku.
Untuk itu, aku perintahkan kalian ke Pulau Sagu untuk membebaskannya!” perintah
Raja Adi Cokro Keempat basalo tersebut segera berangkat ke Pulau Sagu bersama
sejumlah prajurit istana. Sesampainya di sana, mereka segera menyerang
orang-orang Tobelo. Namun mereka
gagal membebaskan, karena jumlah pasukan orang-orang Tobelo yang ada di Pulau
Sagu jauh lebih besar. Keempat basalo dan sejumlah prajurit istana yang masih
tersisa kembali ke Negeri Banggai untuk menghadap Raja Adi Cokro. “Ampun beribu
ampun, Baginda! Kami gagal membawa pulang Tuan Putri. Jumlah pasukan musuh di
Pulau Sagu terlalu banyak. Kami tidak mampu melawan mereka,” lapor seorang
basalo. Mendengar laporan itu, Raja Adi Cokro hanya terdiam. Ia sangat
mencemaskan nasib putrinya yang ditawan di Pulau Sagu. Beberapa saat kemudian,
ia bangkit dari singgasananya, lalu berjalan mondar-mandir sambil memikirkan
cara untuk membebaskan putrinya. Suasana di ruang itu pun menjadi hening. Di
tengah keheningan tersebut, salah seorang basalo dari Tano Bonunungan angkat
bicara. “Ampun, Baginda! Hamba punya usul, bagaimana kalau permasalahan ini
kita bicarakan dengan Tanduk Alam. Barangkali dia bisa membantu kita untuk
membebaskan sang Putri,” sahut basalo dari Tano Bonunungan itu. “Hmmm…, benar
juga katamu. Kalau begitu, panggil Tanduk Alam untuk segera menghadap
kepadaku!” perintah sang Raja. “Baik, Baginda! Perintah Baginda hamba
laksanakan,” ucap keempat basalo tersebut serentak. Keempat basalo tersebut
segera berangkat ke Tanah Sea-Sea untuk memanggil Tanduk Alam. Beberapa lama
kemudian, Tanduk Alam pun datang menghadap Raja dengan mengenakan pakaian
kebesarannya. “Ampun, Baginda! Ada apa gerangan Baginda memanggil hamba
menghadap?” tanya Tanduk Alam. “Wahai, Tanduk Alam! Tentu kamu sudah mengetahui
bahwa putri kesayanganku diculik dan disembunyikan oleh orang-orang Tobelo di
Pulau Sagu,” kata Raja Adi Cokro. “Ampun, Baginda! Hamba hanya mendengar kabar
tersebut. Tapi benarkah putri Baginda disembunyikan di Pulau Sagu?” Tanduk Alam
kembali bertanya. “Benar, Tanduk Alam! Aku telah memerintahkan para pasukanku
ke Pulau Sagu, namun mereka gagal membawa pulang putriku. Bersediakah kamu
membantu prajuritku pergi ke pulau itu untuk membebaskan putriku?” pinta Raja
Adi Cokro. “Baik, Baginda! Tapi hamba mempunyai satu permintaan,” jawab Tanduk
Alam. “Apakah itu, Tanduk Alam?” tanya Raja Adi Cokro. “Hamba bersedia membantu
membebaskan putri Tuanku, tapi hamba tidak perlu didampingi oleh pasukan dengan
jumlah besar untuk menghindari jatuhnya banyak korban,” jawab Tanduk Alam.
“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan. Kamu hanya akan didampingi oleh keempat
basaloku,” kata Raja Adi Cokro. Keesokan harinya, Tanduk Alam bersama keempat
basalo tersebut berangkat ke Pulau Sagu dengan menggunakan perahu layar. Dalam
perjalanan menuju Pulau Sagu, mereka pun mengatur siasat. “Wahai, Basalo!
Sesampainya di Pulau Sagu, kita segera mencari tempat disembunyikannya sang
Putri. Tapi, ingat! Kalian harus tetap tenang,” ujar Tanduk Alam. “Tapi,
bagaimana caranya masuk ke tempat itu, Tuan? Palau Sagu telah dikuasai oleh
orang-orang Tobelo. Tempat disembunyikan sang Putri pasti dijaga ketat,” sahut
seorang basalo. “Kalau begitu, biar aku saja yang masuk ke pulau itu mencari
tempat di mana tuan Putri disembunyikan. Kalian tunggu saja di perahu!” ujar
Tanduk Alam. “Apakah tidak berbahaya jika Tuan sendiri yang masuk ke sana?”
tanya seorang basalo yang lain. “Kalian tenang saja! Insya Allah aku bisa
mengatasi semuanya,” jawab Tanduk Alam dengan penuh keyakinan. Pada saat tengah
malam, mereka pun sampai di Pulau Sagu. Tanduk Alam pun segera naik ke pulau
itu. Saat menginjakkan kaki di Pulau Sagu, Tanduk Alam segera duduk bersila
sambil berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia
menghilang. Betapa terkejutnya keempat basalo tersebut menyaksikan peristiwa
itu dari atas perahu layar. Mereka takjub melihat kesaktian yang dimiliki oleh
Tanduk Alam. Sementara keempat basalo tersebut menunggu di perahu layar sambil
berjaga-jaga dari serangan musuh, Tanduk Alam telah menyelinap masuk ke tempat
disembunyikannya putri Raja tanpa sepengetahuan orang-orang Tobelo yang sedang
berjaga-jaga. Sesampainya di tempat itu, ia melihat sang Putri dikurung di
dalam sebuah ruangan. Sementara orang-orang Tobelo yang bertugas menjaga
ruangan itu sedang tertidur lelap. Tanduk Alam pun segera membuka pintu ruangan
itu secara perlahan-lahan, lalu mendekati sang Putri yang juga sedang tertidur
dan segera membangunkannya. Alangkah terkejutnya sang Putri saat ia terbangun
dan melihat seorang pemuda berjubah di dekatnya. “Tenang, Tuan Putri! Aku
diutus oleh Ayahandamu untuk membebaskanmu dari tempat ini,” kata Tanduk Alam
dengan suara pelan. “Benarkah itu, Tuan?” tanya sang Putri. “Benar, Tuan Putri!
Aku kemari bersama keempat basalo Ayahandamu. Mereka sedang menunggu di
perahu,” jawab Tanduk Alam. “Ayo, Tuan Putri! Kita pergi dari tempat ini,” ajak
Tanduk Alam. “Bagaimana caranya, Tuan? Bukankah tempat ini dijaga oleh
orang-orang Tobelo?” tanya sang Putri bingung. “Duduklah dan pejamkan matamu,
Tuan Putri! Kita akan keluar dari sini tanpa sepengetahuan orang-orang Tobelo
itu,” ujar Tanduk Alam. Sang Putri pun menuruti perkataan Tanduk Alam. Saat
sang Putri memejamkan matanya, Tanduk Alam memegang kedua tangan sang Putri
sambil membaca doa. Sesaat kemudian, keduanya pun menghilang dari ruangan itu.
Tidak berapa lama kemudian, tiba-tiba mereka berada di atas perahu. Betapa
terkejutnya keempat basalo tersebut saat melihat Tanduk Alam dan sang Putri
tiba-tiba muncul di samping mereka. “Ayo, Basalo! Lepaskan tali tambatan dan
bentangkan layar dan kita segera meninggalkan tempat ini!” seru Tanduk Alam.
Keempat basalo itu segera melaksanakan perintah Tanduk Alam. Keesokan harinya,
saat matahari mulai terbit di ufuk timur, mereka tiba di Negeri Banggai dan
segera membawa sang Putri ke istana. Kedatangan mereka pun disambut meriah oleh
keluarga istana dan seluruh rakyat Negeri Banggai. Raja Adi Cokro sangat kagum
atas keberhasilan Tanduk Alam membawa pulang putri kesayangannya. Raja Adi
Cokro pun mengakui dan memuji kemampuan dan kesaktian Tanduk Alam. “Terima
kasih, Tanduk Alam! Hadiah apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Raja Adi
Cokro. “Sekiranya Baginda tidak keberatan, hamba minta sebidang tanah kosong
dan rawa-rawa untuk hamba tanami durian dan sagu,” jawab Tanduk Alam.
“Permintaanmu akan aku kabulkan, Tanduk Alam!” jawab Raja Adi Cokro. “Terima
kasih, Baginda Raja! Semoga hasilnya di kemudian hari tidak hanya bermanfaat
bagi hamba, tetapi juga untuk kesejahteraan rakyat negeri ini,” ucap Tanduk
Alam. Raja Adi Cokro pun semakin kagum terhadap kemuliaan hati Tanduk Alam. Ia
pun segera memerintahkan para pengawal istana untuk membuka lahan perkebunan
dan membersihkan rawa-rawa. Setelah semuanya selesai, Tanduk Alam pun memulai
menanam durian di lahan perkebunan dan sagu di rawa-rawa. Beberapa tahun kemudian,
Tanduk Alam memperolah hasil yang melimpah ruah. Hidupnya pun semakin
sejahtera. Melihat keberhasilannya itu, Tanduk Alam senantiasa mengajak
penduduk di sekitarnya untuk membuka lahan dan menanam durian dan sagu.
Penduduk sekitar pun berbondong-bondong mengikuti jejak Tanduk Alam. Alhasil,
hidup mereka pun ikut sejahtera. Sejak itu, Tanduk Alam semakin disukai oleh
masyarakat Banggai. Dengan demikian, ia dapat menyiarkan agama Islam di daerah
Banggai dengan mudah. Apalagi setelah ia menikah dengan putri basalo Tano
Bonunungan, ia semakin mudah melaksanakan tugasnya. Dalam waktu singkat,
pemeluk agama Islam di Negeri Banggai, khususnya di Tanah Sea-Sea dan Tano
Bonunungan semakin bertambah. Begitulah penyebaran agama Islam yang dilakukan
oleh Tanduk Alam di Negeri Banggai sampai ia meninggal dunia. Untuk menghargai
jasa-jasa Tanduk Alam terhadap Negeri Banggai, masyarakat setempat mengubur
jazadnya di belakang istana Kerajaan Banggai. * * * Demikian cerita Legenda
Tanduk Alam dari daerah Banggai, Sulawesi Tengah. Cerita di atas termasuk
kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman
dalam kehidupan sehari-hari. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas
adalah bahwa orang yang suka berbuat baik senantiasa mendapat kemudahan dalam
hidupnya. Hal ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Tanduk Alam yang telah
membebaskan putri Raja Banggai dari sergapan orang-orang Tobelo di Pulau Sagu
dan membantu menyejahterakan penduduk Negeri Banggai. Buah dari budi baiknya
itu, Tandu Alam pun mendapat kemudahan dalam menyebarkan agama Islam di Negeri
Banggai. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu: wahai ananda dengarlah manat,
tulus dan ikhlas jadikan azimat berkorban menolong sesama umat semoga hidupmu
beroleh rahmat wahai ananda dengarlah pesan, tulus dan ikhlas jadikan pakaian
rela dan tabah dalam berkorban supaya hidupmu diberkahi Tuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar